Nasional (LM) : Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Menemukan sejumlah persoalan Terkait Laporan keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2023.
Melalui Laporan hasil pemeriksaan tertanggal 3 Mei Tahun 2024, BPK menyebutkan Hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (LK OJK) Tahun 2023 mengungkapkan permasalahan-permasalahan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang diuraikan sebagai berikut :
1. Piutang Kontinjensi atas Wajib Bayar yang Tidak Melakukan Registrasi dan Sanksi-sanksi yang Belum Ditatausahakan Berpotensi Tidak Terpantau Ketertagihannya, yang mengakibatkan saldo Piutang dalam laporan keuangan kurang saji sebesar Rp89. 109.236.233,00
2. Penatausahaan Aset Tak berwujud yang Diperoleh Melalui Swakelola Belum Memadai.
3. Pengendalian Pengamanan atas Disaster Recovery Center OJK Belum Memadai.
4. Aset Tetap yang Rusak Berat dan Hilang Masih Disajikan dalam Aset Tetap di Laporan Posisi Keuangan yang mengakibatkan nilai Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan hilang sebesar Rp63.892.728.953,00.
5. Penetapan Kebijakan Strategis dan Kebijakan Operasional, serta Pelaksanaan Kegiatan Operasional dilakukan Tanpa Pendelegasian Wewenang.
6. Pengelolaan Pendapatan Pungutan dan Pengenaan Sanksi Denda Belum Optimal yang mengakibatkan keterlambatan pengakuan pendapatan serta saldo pendapatan kurang saji sebesar Rp5.08 I .660.000,00.
7. Penggunaan Kelebihan Realisasi Penerimaan Pungutan Tahun 2022 Sebesar Rp20,98 Miliar Sebagai Tambahan Pendanaan lmbalan Jangka Panjang Lain Tidak Sesuai Ketentuan yang mengakibatkan terdapat kekurangan penyetoran ke kas negara sebesar Rp20.895.342.005,00.
8. Biaya Sewa Gedung Wisma Mulia 1 yang Tidak Dimanfaatkan Belum Dipertanggungjawabkan Sebesar Rp394,10 Miliar yang mengakibatkan indikasi kerugian negara sebesar Rp394.102.039.584,00.
9. Kantor OJK Provinsi Papua dan Papua Barat Menerima Hibah Tanah dan Bangunan dari Pemerintah Provinsi Papua Tanpa Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Papua.
10. Penilaian Faktor Kinerja Anggota Dewan Komisioner Sebagai Dasar Pemberian lmbalan Prestasi lndividu Tidak Didasari pada Capaian Kerja lndividu Anggota Dewan Komisioner.
11. Pembayaran lmbalan Prestasi atas Kinerja Organisasi Tahun 2022 dan Pencapaian lndividu Pegawai sebesar Rp759,61 Miliar serta Pembayaran PPh Badan Tahun 2022 sebesar Rp78,05 Miliar Direalisasikan Tidak Sesuai Ketentuan dan Kebijakan Akuntansi OJK.
12. Pengaturan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPD dan Batas Waktu Pemenuhannya Tidak Mempertimbangkan Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah sehingga mengakibatkan pemenuhan MIM BPD sebesar Rp3 triliun sampai dengan 31 Desember 2024 berpotensi tidak tercapai dan BPD berpotensi tidak dapat mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatannya sebagai bank.