Palestina: RS utama di Gaza tidak lagi berfungsi, bayi-bayi meninggal dunia

_131707550_reuters_shifa-hi089405361
Banner-Panjang

 

Internasional (LM) : Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan situasi “mengerikan dan berbahaya” sedang berlangsung di fasilitas kesehatan utama Gaza, Rumah Sakit Al-Shifa, yang hampir mengalami pemadaman listrik total serta kekurangan makanan dan air.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan “tembakan dan pengeboman terus-menerus” di daerah sekitar rumah sakit telah “memperburuk keadaan yang sudah kritis”. Dia menyatakan Al-Shifa “tidak lagi berfungsi sebagai rumah sakit”.

Kepala bagian bedah RS Al-Shifa, Dr Marwan Abu Saada, mengatakan kepada BBC bahwa sudah ada tiga bayi yang lahir prematur kemudian meninggal karena RS kekurangan pasokan listrik.

Puluhan bayi baru lahir lainnya saat ini tidak menerima perawatan yang diperlukan dan Dr Marwan mengatakan dirinya khawatir bahwa “kami akan kehilangan nyawa semua bayi”.

Dr Marwan menyebut tuduhan Israel sebagai “kebohongan besar” dan mengeluarkan “undangan terbuka” kepada pasukan Israel untuk datang dan memeriksa gedung tersebut.

 

Tidak ada satu pun “militan” di dalam Al-Shifa, kata kepala bagian bedah rumah sakit tersebut kepada BBC.

 

“Ini adalah undangan terbuka kepada komunitas internasional dan bahkan kepada Israel. Mereka berada di dekat rumah sakit Shifa. Mengapa tidak masuk ke Rumah Sakit Shifa dan melihatnya?

 

“Kami adalah warga sipil. Saya seorang dokter-ahli bedah. Kami memiliki staf medis, kami memiliki pasien, dan pengungsi. Tidak ada lagi,” tegas Dr Marwan.

Israel sebelumnya menuduh Hamas mengoperasikan pusat komando bawah tanah di bawah lokasi rumah sakit terbesar di Gaza, namun hal ini dibantah oleh Hamas.

 

Tuduhan serupa dilontarkan Israel kepada RS Indonesia di Gaza. Hal itu pun dibantah Kementerian Luar Negeri RI serta lembaga Mer-C.

 

Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan setidaknya ada 2.300 orang di dalam RS Al Shifa.

 

Disebutkan pula bahwa terdapat antara 600 hingga 650 pasien rawat inap, 200 hingga 500 petugas medis, dan sekitar 1.500 pengungsi yang mencari perlindungan di rumah sakit tersebut.

 

Laporan WHO menyatakan kurangnya listrik, air, dan makanan di lokasi tersebut “menimbulkan risiko besar bagi kehidupan”.

 

WHO mengulangi seruannya untuk “gencatan senjata segera” dan “perlindungan aktif terhadap warga sipil dan layanan kesehatan”.

Dalam beberapa hari terakhir, daerah sekitar Al-Shifa di Gaza utara dibombardir dan Israel dituduh menyerang rumah sakit tersebut secara langsung.

 

Militer Israel mengatakan mereka beroperasi di area rumah sakit, namun membantah menyerang fasilitas tersebut.

 

Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengatakan Israel telah “membuka rute yang ditentukan” dari rumah sakit di Gaza utara hingga selatan. Dia menegaskan pihaknya “siap membantu” mengevakuasi puluhan bayi baru lahir yang dirawat di lokasi tersebut ke rumah sakit lain.

 

Hagari juga menyebut bahwa militer Israel telah meninggalkan 300 liter bahan bakar di dekat rumah sakit semalaman, namun Hamas telah “mencegah dan menekan rumah sakit” untuk tidak mengambilnya.

 

Akan tetapi, Kepala bagian bedah RS Al Shifa, Dr Marwan Abu Saada, mengatakan 300 liter bahan bakar yang ditawarkan Israel kepada Al-Shifa hanya akan menyediakan listrik untuk setengah jam.

 

Dr Marwan Abu Saada, mengatakan Al-Shifa biasanya menggunakan 24.000 liter bahan bakar sehari untuk menjalankan generatornya.

 

Sekalipun hanya satu generator yang menyala, rumah sakit masih membutuhkan 9.000 hingga 10.000 liter, katanya.

 

“[300 liter] tidak ada artinya. Ini akan menyalakan generator kami hanya selama setengah jam,” jelasnya kepada BBC.

 

Dr Abu Saada mengatakan unit perawatan intensif dan ruang bedah di rumah sakit tersebut kini sepenuhnya menggunakan tenaga surya.

 

Kurangnya listrik menyebabkan rumah sakit tidak mampu menyediakan hemodialisis kepada 45 pasiennya yang memerlukan perawatan ginjal selama dua hari karena kurangnya listrik.

 

Selama 30 hari terakhir, pekerja Al-Shifa harus menggali empat kuburan massal untuk pasien yang tidak diketahui identitasnya, sementara 100 mayat lainnya saat ini tergeletak di tempat terbuka di luar unit gawat darurat.

 

“Ini adalah sumber wabah dan infeksi,” katanya. “Ini adalah bencana.”

Selain RS Al Shifa, Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza juga lumpuh setelah pasokan bahan bakar dan persediaan obat-obatan habis, kata Kepala Presidium MER-C Dr Sarbini Abdul Murad.

 

Sarbini mengatakan pasokan bahan bakar yaitu solar sudah habis. Begitu juga dengan persediaan obat-obatan, makanan, minuman menipis.

 

Para staf medis, kata Sarbini, terpaksa melakukan penghematan yang luar biasa.

 

Situasi seperti ini membuat rumah sakit lumpuh.

 

“Ya lumpuh, pasokan bahan bakar untuk listrik tidak ada, obat ludes… tapi mereka tetap mencoba melakukan yang terbaik. Kalau tidak ada lampu, pakai senter atau dilakukan di siang hari.”

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan “sasaran roket adalah daerah Taliza’tar yang lokasinya sangat dekat RSI sehingga RSI mengalami sejumlah kerusakan fisik tambahan.”

 

Menurutnya, terdapat tiga WNI relawan di ruang bawah tanah Rumah Sakit Indonesia saat terjadinya “serangan”. Mereka “sudah bisa dihubungi dan dalam keadaan baik”.

 

“Indonesia sekali lagi mengutuk serangan-serangan biadab terhadap warga dan obyek sipil, khususnya fasilitas-fasilitas kemanusiaan di Gaza,” kata Lalu Muhammad Iqbal, tanpa merinci pihak mana yang melancarkan serangan roket.

(BBC Indonesia)

 

 

 

TAG :

REKOMENDASI UNTUK ANDA

TERKINI LAINNYA