Oleh : Mulyono Ketua Umum Bela Budaya Nusantara
Hari ini, 1 Juni, kita memperingati Hari Lahir Pancasila. Lebih dari sekadar tanggal merah di kalender, tanggal ini adalah momen krusial untuk merenungkan kembali makna terdalam dari lima sila yang menjadi dasar negara kita, terutama di tengah dinamika kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Pancasila bukan hanya slogan, melainkan pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang relevan sepanjang masa, khususnya dalam konteks toleransi, keadilan sosial, dan pentingnya menjaga budaya Nusantara.
Indonesia adalah mozaik indah dari berbagai suku, agama, ras, dan budaya. Kebinekaan ini adalah kekayaan tak ternilai yang disatukan oleh semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun, semangat ini akan rapuh tanpa adanya toleransi yang kuat. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, secara implisit menuntut kita untuk menghargai perbedaan keyakinan dan menjunjung tinggi harkat martabat setiap individu, tanpa memandang latar belakangnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, toleransi seringkali dihadapkan pada ujian. Polarisasi pandangan, ujaran kebencian, dan praktik diskriminasi masih menjadi tantangan nyata. Makna Hari Lahir Pancasila adalah pengingat bahwa toleransi harus terus dipupuk, dimulai dari lingkungan terdekat hingga skala nasional. Ini bukan hanya tentang membiarkan perbedaan ada, tetapi juga tentang aktif membangun jembatan pemahaman, dialog, dan kolaborasi antarumat beragama dan antarkelompok masyarakat. Hanya dengan begitu, keharmonisan sosial dapat terwujud dan Pancasila benar-benar menjadi jiwa bangsa.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah panggilan untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan dan kesempatan bagi semua lapisan masyarakat. Di era modern ini, kesenjangan ekonomi dan sosial masih menjadi pekerjaan rumah yang besar. Akses terhadap pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, lapangan kerja yang layak, dan perlindungan hukum yang setara, masih belum sepenuhnya dinikmati oleh semua warga negara.
Perayaan Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum untuk mengevaluasi sejauh mana prinsip keadilan sosial telah teraplikasikan. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil memiliki peran masing-masing dalam memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan menikmati hasil pembangunan. Korupsi, praktik-praktik monopoli, dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil adalah musuh keadilan sosial yang harus terus diberantas. Mewujudkan keadilan sosial berarti memastikan bahwa kue pembangunan dinikmati oleh semua, bukan hanya segelintir elite.
Di tengah gempuran globalisasi dan modernisasi, pentingnya menjaga dan merawat budaya Nusantara semakin mendesak. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, dan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, secara langsung maupun tidak langsung menegaskan urgensi pelestarian budaya. Budaya bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga identitas, kekayaan intelektual, dan kekuatan pemersatu bangsa.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia diberkahi dengan ribuan tarian, musik, adat istiadat, bahasa daerah, kuliner, dan kesenian yang tak terhingga. Budaya-budaya ini adalah cerminan kearifan lokal yang membentuk karakter dan cara pandang masyarakat Indonesia. Namun, ancaman budaya luar yang masif, kurangnya minat generasi muda, serta minimnya dukungan untuk para seniman dan pegiat budaya, dapat mengikis kekayaan ini.
Hari Lahir Pancasila harus menjadi seruan untuk aktif melestarikan budaya Nusantara. Ini bisa diwujudkan dengan berbagai cara, mulai dari mengajarkan budaya lokal di sekolah, mengadakan festival seni dan budaya, mendukung produk-produk UMKM berbasis budaya, hingga menggunakan bahasa daerah dalam keseharian. Pelestarian budaya bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kita semua sebagai pewaris dan penjaga kebudayaan bangsa. Dengan menjaga budaya, kita tidak hanya melestarikan masa lalu, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan yang berdaulat dan berkarakter.
Di tengah arus globalisasi dan disrupsi digital, nilai-nilai Pancasila semakin relevan. Pancasila adalah benteng moral dan ideologi yang melindungi kita dari pengaruh negatif yang bisa mengikis persatuan, semangat kebangsaan, dan kekayaan budaya. Dengan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, kita akan lebih teguh dalam menghadapi tantangan, lebih bijak dalam menyikapi informasi, dan lebih kuat dalam menjaga persatuan.
Hari Lahir Pancasila adalah kesempatan untuk melakukan refleksi kolektif: apakah kita sudah cukup toleran? Sudahkah kita berjuang untuk keadilan sosial? Dan, sudahkah kita aktif menjaga budaya Nusantara? Jawabannya mungkin belum sempurna, tetapi dengan semangat Pancasila, kita memiliki kompas untuk terus bergerak maju, membangun Indonesia yang lebih toleran, adil, sejahtera, dan berbudaya. Mari kita jadikan Pancasila sebagai nafas dalam setiap langkah kehidupan berbangsa dan bernegara.