Oleh : Mulyono, Ketua Umum Bela Budaya Nusantara
Bandar Lampung (LM) : Tepat delapan dekade telah berlalu sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno-Hatta. Di usia yang ke-80 ini, bangsa Indonesia tidak hanya perlu merayakan kebebasan dari penjajahan, tetapi juga merefleksikan kemandiriannya dalam menjaga identitas budaya sebagai fondasi berbangsa.
Menurut data UNESCO (2023), Indonesia memiliki 12 warisan budaya takbenda yang diakui dunia, seperti wayang, keris, dan batik. Namun, di balik prestasi itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2024) mencatat bahwa 32 bahasa daerah telah punah dalam dua dekade terakhir. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya pelestarian budaya tidak boleh berhenti pada seremoni semata, melainkan harus menjadi gerakan kolektif yang sistematis.
Generasi muda Indonesia kini berada di persimpangan antara modernitas dan tradisi. Survei terbaru dari Pusat Studi Kebudayaan UI (2024) mengungkapkan bahwa 70% generasi Z tidak lagi mengenal permainan tradisional daerahnya sendiri. Padahal, permainan seperti congklak, egrang, atau gobak sodor bukan sekadar hiburan, melainkan sarana pembelajaran nilai-nilai kebersamaan, kecerdikan, dan ketangkasan.
Di sisi lain, potensi ekonomi berbasis budaya justru menunjukkan tren positif. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf, 2024) mencatat bahwa kontribusi sektor kreatif terhadap PDB nasional mencapai Rp1.200 triliun, dengan 60% di antaranya bersumber dari industri berbasis budaya, seperti fashion, kuliner, dan kerajinan tangan. Angka ini membuktikan bahwa budaya bukan hanya soal pelestarian, melainkan juga dapat menjadi penggerak ekonomi yang nyata.
Sayangnya, tantangan globalisasi dan digitalisasi tetap mengintai. Laporan Microsoft Digital Civility Index (2024) menempatkan Indonesia di peringkat 29 dari 32 negara dalam hal literasi digital yang beradab. Tanpa pemahaman budaya yang kuat, generasi muda rentan terjebak dalam konten negatif, hoaks, atau bahkan kehilangan identitas nasional di tengah derasnya arus informasi global.
Sebagai Ketua Umum Bela Budaya Nusantara, saya menyerukan tiga langkah konkret dalam momentum HUT RI ke-80 ini. Pertama, pendidikan budaya harus diintegrasikan secara mendalam dalam kurikulum sekolah, tidak hanya sebagai mata pelajaran tambahan, melainkan sebagai nilai yang mengakar. Kedua, pemerintah dan pelaku usaha perlu memperkuat ekosistem ekonomi kreatif berbasis budaya agar memberikan dampak kesejahteraan yang lebih luas. Ketiga, diplomasi budaya harus menjadi prioritas dalam hubungan internasional, mengingat 90% masyarakat global mengenal Indonesia melalui warisan budayanya, menurut data Kementerian Luar Negeri (2023).
Delapan puluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Jika dianalogikan dengan manusia, Indonesia kini berada di usia yang seharusnya sudah matang, bijak, dan mampu berdiri tegak dengan identitasnya sendiri. Kemerdekaan sejati bukan hanya tentang bendera yang berkibar, tetapi tentang bangsa yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkarakter secara budaya.
Selamat Hari Ulang Tahun ke-80, Republik Indonesia. Mari jadikan budaya sebagai kekuatan pemersatu dan pemacu kemajuan bangsa.